Ahli saraf dari USC telah berhasil memahami terjadinya sensasi dingin pada tingkat sel. Mereka mengidentifikasi jaringan neuron sensorik di kulit yang mengatur sensasi dingin. David McKemy, profesor neurobiologi di USC Dornsife College of Letters, Arts and Sciences dan timnya berhasil mematikan secara selektif kemampuan untuk merasakan dingin pada tikus, namun tikus tersebut masih dapat merasakan panas dan sentuhan.
Pada penelitian sebelumnya, McKemy menemukan hubungan antara rasa dingin dan protein yang dikenal sebagai TRPM8, yang merupakan sensor suhu dingin di neuron kulit, serta reseptor untuk rasa mentol. Sekarang, pada makalah yang muncul di Journal of Neuroscience pada tanggal 13 Februari, McKemy dan rekan-rekan penelitinya telah berhasil mengisolasi neuron yang mengekspresikan TRPM8, sehingga fungsinya secara khusus dapat diuji.
Dengan menggunakan program mouse-tracking yang dikembangkan oleh salah satu mahasiswa McKemy, para peneliti menguji tikus kontrol dan tikus tanpa neuron TRPM8 pada permukaan yang dapat diatur suhunya. Suhu permukaan berkisar antara 0 derajat sampai 50 derajat Celsius (32 sampai 122 derajat Fahrenheit).
Para peneliti menemukan bahwa tikus yang kehilangan TRPM8 tidak bisa merasakan dingin, tapi masih bisa menanggapi panas. Tikus kontrol cenderung berada pada daerah dengan suhu sekitar 30 derajat Celcius (86 derajat Fahrenheit) dan menghindari kedua daerah dingin dan panas. Tapi, tikus tanpa TRPM8 hanya menghindari permukaan yang panas.
Pada tes kekuatan genggaman tangan, respon terhadap sentuhan, atau gerakan terkoordinasi, seperti menyeimbangkan badan diatas tongkat yang berputar, tidak ada perbedaan antara tikus kontrol dan tikus tanpa TRPM8.
Dengan lebih memahami cara-cara tertentu di mana kita merasakan sensasi, para ilmuwan berharap suatu hari dapat mengembangkan pengobatan yang mampu mengurangi rasa nyeri, namun tidak menghilangkan semua kemampuan pasien untuk melakukan respon sensorik.
"Masalah dengan obat anti nyeri sekarang adalah, obat tersebut biasanya hanya mengurangi peradangan, yang merupakan salah satu penyebab utama nyeri, atau obat tersebut justru menghilangkan semua kemampuan pasien untuk melakukan respon sensorik dan tidak mampu hanya menghilangkan secara sementara terhadap respon sensorik yang ditarget" kata McKemy. "Salah satu tujuan kami adalah untuk membuka pengembangan bagi obat-obat yang dapat mengatasi rasa sakit secara langsung, akan tetapi tidak menyebabkan pasien benar-benar mati rasa."
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh University of Southern California via Science Daily (12 Februari 2013). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
0 comments:
Post a Comment